Sabtu, 31 Desember 2011

KELUARGA KRISTEN

“ KELUARGA KRISTEN “
Oleh :       Pdt.  Robby Elisa , MA.
Keluarga adalah “ Suatu lembaga yang pada awalnya terbentuk di Taman Eden dan Tuhan-lah yang memprakarsainya “. Di dalam keluarga itu terjadi awal dari segala sesuatu :  Gagasan, Sikap hidup, iman, dan emosi ( Jiwa ). Apa yang terjadi di dalam keluarga akan menetukan apa yang terjadi di gereja, di sekolah, di lingkungan masyarakat, dan di dalam suatu bangsa. Keluarga yang “ stabil “ akan menjadi landasan yang teguh bagi anak-anaknya ( keturunan ) untuk menghadapi hidup ini. Sebaliknya, keluarga yang “ tidak stabil “ cenderung menyebabkan anak-anaknya ( keturunannya ) menghadapi banyak masalah di sepanjang hidupnya.
Di zaman sekarang ini, - kemajuan informasi globalisasi - , kebanyakan orang hidup seperti yang mereka inginkan dan bukan apa yang Tuhan Allah inginkan. Sikap inilah yang berpengaruh pada banyak keluarga. Pada umumnya dewasa ini banyak orang yang tidak bahagia, tidak rohani, dan tidak mampu membina keluarga yang takut akan Tuhan. Keadaan ini sangat menguasai keadaan semua manusia, sehingga dipertanyakan , “ Bagaimana dengan iman Kristen ??? “Apakah dapat menjawab keadaan seperti ini ??? “
Alkitab menceritakan bahwa keluarga yang mula-mula terbentuk juga menghadapi berbagai masalah ( baca, Kejadian 4 : 8, 9 ), dikisahkan bahwa Kain bukan hanya membunuh, tetapi juga berbohong dan tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Sajak itulah masalah dalam sebuah keluarga. Sebelum kedatangan Tuhan Yesus-pun Alkitab sudah menubuatkan bahwa keadaan masalah keluarga semakin buruk adanya ( II Timotius 3 : 1 – 3 )
Semakin sekuler , semakin tidak bertuhankan suatu masyarakat, maka semakin banyak masalah yang menimpa kehidupan masyarakat tersebut. Jika kita tidak mengikut sertakan Tuhan Yesus dalam keluarga kita, maka kita akan menanggung akibat-akibat yang tidak terelakkan seperti keluarga yang kena pukul yang sangat parah dan akhirnya binasa ( hancur )

A.  LANGLAH-LANGKAH MENUJU KELUARGA YANG SEJATI.
1.     Puas secara rohani.
2.     Membina rasa saling hormat.
3.     Menemukan dan mengembangkan bakat.
4.     Mengungkapkan dan menunjukkan kasih Kristus.
5.     Menghormati dalam batas-batas yang wajar.
6.     Mengembangkan citra diri yang sehat.
7.     Peka terhadap keadaan dunia sekitar.
8.     Menentukan sasarn pribadi atau keluarga.
9.     Bekerja bersama, dan bermain bersama.
10.            Mempunyai kebiasaan baik dan sehat.
11.            Keuangan yang cukup.
12.            Memikul tanggung jawab dalam keluarga secara bersama-sama.

B.  MENGATASI KEBENCIAN TERHADAP PASANGAN HIDUP.
Masalah-masalah perbedaan yang muncul dalam keluarga, antara lain  :
1.     Tepat waktu.
2.     Hari-hari istimewa : Ulang tahun, Natal, dll.
3.     Kerapian : Penataan, ruang, kebersihan.
4.     Penampilah pribadi yang sepantasnya : Berpakaian, berhias diri.
5.     Tata nilai dan sasaran : Pendidikan, cita-cita.
6.     Cara mendisiplin anak.

C.  12 ( dua belas ) RINTANGAN MENGAPA SESEORANG TIDAK MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA  HAMBA TUHAN ATAU KEPADA TUHAN YESUS KRISTUS.  
1.     Dia tidak tahu harus pergi dan bertanya kepada siapa.
2.     Dia bertanya dalam hatinya , “ Berapa biayanya ??? “
3.     Dia berpikir dapat menyesuaikan diri dengan masalah tersebut.
4.     Dia merasa malu bila masalahnya di ketahui oleh siapapun juga.
5.     Dia takut masalahnya tersebut akan menjadi pembicaraan orang banyak.
6.     Dia tidak percaya pada hamba Tuhan.
7.     Pasangan atau keluarga besarnya menolak untuk meminta bantuan.
8.     Dia berpikir, “ Bila rohani lagi, maka Tuhan akan menyelesaikan masalahnya “ .
9.     Dia sudah mencoba pada seorang hamba Tuhan namun tidak berhasil.
10.            Dia takut imannya menjadi rusak karena si pembimbing tersebut.
11.            Dia menganggap dirinya sudah di takdirkan untuk hidup bersama masalah tersebut.
12.            Dia berpikir, “ Lama-lama juga masalah ini akan beres dengan sendirinya “ .
                                             Oleh :       Pdt.  Robby Elisa , MA.














PERNIKAHAN YANG BERBAHAGIA

  PERNIKAHAN YANG BAHAGIA 
Oleh :       Pdt.  Robby Elisa , MA.
I.            IKATAN JANJI.

Mengapa pernikahan yang bahagia itu hanya ssesuatu yang bersifat kebetulan atau untung-untungan  ?  Mengapa beberapa pasangan suami  -  istri begitu bahagia, tetapi yang lainnya tidak ??? “
      Apa sebenarnya masalah sosial yang paling mendesak pada dewasa ini ? Yaitu hancurnya lembaga pernikahan dan krisis kehidupan rumah tangga. Para ahli sosiologi modern hanya bersikap tenang-tenang saja dalam menyingkapi masalah pernikahan ini, sebab menurut mereka hal ini memang sulit untuk dihindarkan. Dan diantaanya ada yang berpendapat , bahwa pernikahan itu sendiri adalah suatu gagasan yang “ sudah tidak benar dari semula “ dan bahwa “ lembaga pernikahan sudah tidak relavan lagi dalam situasi masyarakat dewasa ini “. Sebab rumah tangga mereka ( pakar ) juga mengalami keretakan dan banyak di antaranya berkali-kali kawin – cerai. “ Apakah anda percaya bahwa memang ada rumus ajaib “ ? Suatu rahasia bagaimana caranya membina “ Pernikahan “ yang “ Bahagia “ ???

A.  RAHASIA YANG AJAIB.
Dalam Efesus 5 : 22 – 32, Paulus katakan bahwa “ Rahasia itu besar “ ( ay- 32 ). Rahasia itu adalah “ Misteri “, yang berarti “ mengandung “ makna tertentu yang khusus berkaitan dengan suatu upacara agama yang sakral. “ Rahasia “ adalah suatu pengetahuan istimewa yang besar manfaatnya, namun hanya di ketahui oleh anggota kelompok tesebut dan “ tertutup “ bagi orang “ luar “. Berarti Paulus sedang menunjukkan  :
1.     Ada pengetahuan yang istimewa yang dirahasiakan dan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam pernikahan.
2.     Pengetahuan yang tersembunyi itu dapat diperoleh setelah kita menempuh ujian-ujian serta memenuhi persyaratan tertentu.
Amsal 2 : 4 – 6, Salomo berkata bahwa, “ Orang yang mencari hikmat dan pengertian harus mencarinya seperti mencari perak dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam
Dalam kitab Ulangan dikisahkan bagaimana bangsa Israel bersiap-siap menyeberang ke tanah Kanaan, Musa menjelaskan tentang pola atau gaya kehidupan yang direncanakan Tuhan Allah bagi mereka di lingkungan yang baru ini. Apabila mereka mentaati seluruh perintah Tuhan Allah maka mereka akan diberkati secara luar biasa dalam segala bidang kehidupan. ( Ulangan 11 : 12, Alkitab King James , “ Rumah tangga mereka akan seperti “ Surga di Dunia “ – Heaven on Earth )
            200 tahun kemudian dengan perantaraan nabi Maleakhi , Allah memeriksa kembali perilaku bangsa Israel semenjak mereka mendiami negeri Perjanjian itu, kebanyakan dari mereka itu ternyata telah “ gagal  “ memenuhi persyaratan Allah, sehingga mereka tidak pernah “ mencicipi  “ atau “ menikmati  “ derajat atau kualitas kehidupan yang tinggi sebagaimana rencana Allah bagi mereka. Ini yang dikatakan Tuhan Allah dalam Maleakhi 2 : 13, 14, “ istri Perjanjian-mu “ ( Your wife covenant ). Kegagalan mereka dalam hal ini bukan dikarenakan mereka “ kurang “ beragama, dikatakan bahwa mereka “ menutupi mezbah Tuhan dengan air mata “. Mereka cukup rajin berdoa, namun pernikahan mereka banyak  yang tidak beres.
Demikian juga dengan zaman sekarang , banyak orang “ sibuk “ menjalankan segala macam kegiatan agamanya, tetapi pada kenyataannya pernikahan mereka mengalami keretakan. Jadi “ agama tidak menjamin “ keberhasilan rumah tangga yang bahagia. Seringkali kesibukan yang berlebihan dalam urusan agama di luar rumah tangga , - entah suami atau istri - , justru menjadi “ pangkal penyebab gagalnya suatu pernikahan.
Bangsa Israel telah begitu “ merosot akhlak “-nya sehingga mereka berpikir bahwa mereka berhak menetapkan standar atau patokan mereka sendiri mengenai pernikahan, bahkan dengan seenaknya mengubah dan membatalkan standar yang telah ditetapkan oleh Tuhan Allah.
Dalam Matius 19 : 3 – 9, Tuhan Yesus menyampaikan lebih lengkap mengenai pernikahan itu, dan dapat disimpulkan pengajaran-Nya dalam pasal ini, antara lain :
1.     Standar pernikahan menurut Yudaisme ( agama Yahudi ) “ lebih rendah   mutunya “ dengan apa yang diinginkan Tuhan Allah.
2.     Tujuan “ Tuhan Allah bagi pernikahan dinyatakan pada waktu Ia menciptakan lelaki dan perempuan.
3.     Saat lelaki dan perempuan dipersatukan, mereka menyatu demikian “ sempurna “ sehingga mereka masig-masing kehilangan “ identitas “ pribadinya karena mereka menjadi “ satu daging “.
4.     Yesus memulihkan pernikahan seperti keadaan semula menurut standar Tuhan Allah.
Seperti yang tertulis dalam kitab Kejadian fsl 1 dan fsl 2, bahwa Tuhan Allah terlibat langsung dalam peristiwa “ penyatuan “ Adam dan Hawa. Bahkan “ bukan Adam sendiri yang berpikir bahwa ia membutuhkan jodoh “, melainkan Tuhan Allah. Allah-lah yang menjadikan Hawa dari tulang rusuk Adam, Allah yang membawanya kepada Adam dan Allah pula yang menetapkan persyaratan-persyaratan yang berlaku dalam hubungan ikat – janji yang mempersatukan mereka.
B.  TALI TIGA LEMBAR.
Dalam ktab Pengkhotbah 4 : 9 – 12, yang berbicara mengenai pernikahan ada  4 contoh yang di sampaikan Salomo dan yang terakhir adalh “ TALI TIGA LEMBAR  TIDAK MUDAH DIPUTUSKAN “ ( ay- 12 ). Seorang ahli dalam pembuatan tali, berkata, “ Untuk membuat tali yang bersinggungan dan mengikat satu sama lain, paling banyak kita memakai 3 (tiga ) utas. Jika talinya kurang se-utas, hanya dua utas, tali itu akan kurang kuat. Tetapi, jika ditambah menjadi 4 ( empat ) utas, tali itu tetap tidak lebih kuat, karena 4 ( empat ) utas tidak seluruhnya bersinggungan dan mengikat satu sama lain. Tetapi tali 3 ( tiga ) lembar tak akan pernah putus , sekalipun salah satu lembar tali, bahkan dua lembar tali mulai terlepas karena tegangan yang berat, asalkan lembar tali ke- 3 masih utuh
Demikian yang terjadi di dalam pernikahan orang percaya. Pada suatu saat timbul ketegangan yang melemahkan sang suami atau sang istri, sehingga mereka mungkin merasa tidak mampu lagi menahan beban yang harus dipikul, tetapi “ Tuhan Yesus sendiri-lah yang menjadi lembar tali ke-3 itu “ , yang tetap “ kuat “ menghadapi keadaan sampai ketegangan berlalu. Lalu hubungan antara suami – istri dapat “ dipulihkan “ dan menjadi “ normal “ kembali.    
Pernikahan sekarang ini ikat – janji ( Covenant relationship ), hanya bersifat “ horizontal “, yaitu antara hubungan suami – istri saja. Padahal hubungan ikat – janji ( Covenant relationship ) pada saat penciptaan “ mengandung 2 ( dua ) dimensi “, yaitu “ HORIZONTAL “ dan VERTIKAL “. Secara “ Horizontal “ hungungan itu menyatukan Adam – Hawa, tetapi “ Vertikal “ hubungan itu menyatukan mereka dengan Tuhan Allah.
II.          IKATAN JANJI ATAU PERJANJIAN.
Mazmur 25 : 14 , “ Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya ( Covenant-Nya ) diberitahukan-Nya kepada mereka “. Rahasia ini hanya dapat di mengerti apabila kita benar-benar takut pada Allah, rahasia itu tak akan pernah di singkapkan kepada orang yang bersikap lain.
A.  PENGERTIAN “ COVENANT “
“ Perjanjian “
Ø “ Diatheke “ ( ynn )
“ Menetapkan peraturannya dan persyaratan hukumnya “
Ø “ B’rit “ ( ibr )
“ Mengikat “ – segi hukumnya tidak penting.
Ø “ Covenant “
“ Ikat – janji “
Tuhan Allah hendak menghukum Raja Tirus, sebab “ mereka tidak mengingat “ perjanjian persaudaraan “ ( covenant brotherhood ), yaitu perjanjian yang di buat antara Salomo dan Hiram ( I Raja-raja 5 : 12 ). Allah sangat tidak senang akan orang yang mengingkari “ conenant “ , Dia sendir akan menghukum orang yang melanggarnya, - walau perjanjian itu anatar sesamamanusia.

B.  COVENANT DASAR SUATU HUBUNGAN.
“ Covenant “ bukan merupakan kontrak atau perjanjian antara manusia yang setara kedudukannya atau “ Horizontal “. Pada dasarnya “ covenant “ tersebut yang memprakarsainya adalah Tuhan Allah sendiri bukan datang dari manusia. Dalam “ Kejadian 15 : 1 – 21 “, Tuhan membuat “ covenant commitment “, suatu komitmen perjanjian dengan Abraham. Abraham di “ suruh mengambil hewan korban “ dan membunuhnya, lalu memotongnya menjadi 2 bagian. Kemudian Tuhan dan Abraham “ berjalan “ melalui 2 Belahan korban hewan itu ( ay- 10, Bnd ; Yeremia 34 : 18 ).
Ayat 11, “ burung-burung buas hinggap pada daging binatang-binatang itu, maka Abraham mengusirnya “ . Allah yang menetapkan korban sembelihan, tetapi untuk menjaganya agar korban itu tidak di curi, Abraham harus rajin menjaganya.
            Korban “ sembelihan itu melambangkan kematian dari 2 belah pihak yang mengadakan perjanjian ( covenant ). Pada saat masing-masing pihak berjalan di antara potongan daging korban sembelihan itu, sesungguhnya ia berkata, “ Ini-lah aku yang sudah mati, - binatang itu mati menggantikan diri-ku - . Aku memasuki perjanjian ini dengan mengalami kematian. Setelah memasuki perjanjian ini aku sudah tak mempunyai hak hidup lagi.
            Yesus Kristus telah mati di atas kayu salib, dijadikan korban sembelihan bagi kita semua. Hal inilah yang merupakan”  dasar inti “ dari ikatan janji pernikahan orang Kristen. Yesus-lah “ potongan-potongan  daging“ yang di lewati pria dan wanita yang memasuki hubungan pernikahan berdasarkan standar Tuhan Allah.
            Begitulah ikat – janji ( Covenant ) dalam  pernikahan bukan suatu upacara yang kosong, ini merupakan komitmen suatu janji yang suci “. Saat ke-dua belah pihak berjalan melewati korban sembelihan atau potongan-potongan daging. Sesungguhnya masing-masing pihak mengatakan, “ Kalau perlu, aku akan menjalani kematian bagi-mu, mulai sekarang kepentingan-mu akan lebih aku utamakan daripada kepentingan-ku sendir, milik-ku adalah milik-mu, sebab aku tidak lagi hidup bagi diri-ku sendiri tetapi hidup-ku adalah untuk-mu
C.  3 LANGKAH DALAM PERNIKAHAN.
1.     HARUS TERJADI PENYERAHAN KEHIDUPAN.
Masing-masing pihak harus menyerahkan dan mempersembahkan hidupnya kepada pihak lain. Dengan memandang kepada pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, suami – istri hendaknya berkata, “ Itulah kematian-ku. Aku mati ketika melangkah melewati salib. Sekarang aku tidak hidup untuk diri-ku sendiri “ . Masing-masing tidak mempertahankan miliknya sendiri lagi. Tak ada “ RESERVE ”. tak ada yang di sisilan atau di sembunyikan.

2.     HARUS MUNCUL KEHIDUPAN YANG BARU.
Suami – istri berkata kepada pasangannya, “ Kehidupan-ku terdapat dalam diri-mu. Hidup-ku sekarang melalui diri-mu. Kamu-lah wujud nyata diri-ku

3.     PROSES PENYATUAN ATAU PERSETUBUHAN.
Allah telah menetapkan satu prinsip dasar ,“ Tak ada penyatuan, tak ada buah “ Covenant itu membawa kepada suatu kehidupan bersama dan itulah yang akan memberi upah.
Orang yang memandang pernikahan sebagai ‘ Covenant “ akan menikmati kebahagiaan dan cinta kasih sejati. Inilah rahasia kehidupan yang Tuhan Allah miliki, tetapi “ orang pada zaman modern “ ini selalu bersikap, “ Faedah apa yang aku peroleh ?Apakah untungnya bagi-ku ? “. Hubungan yang bagaimananpun akan gagal bilamana kita mempunyai sikap demikian.
D. SIKAP ISTRI TERHADAP SUAMI.
-      “ Mendukung dan mendorong “ -
Dalam Amsal 31 : 10 – 31, Salomo melukiskan mengenai gambaran “ istri yang cakap“ – “ an excellent wife “ ( ingg ) – “ istri yang istimewa “ , dan “ wanita yang berbudi “ – “ a virtuous woman “ ( Versi KJ ).
Salomo memulainya dengan pertanyaan, “             Istri yang cakap siapakah akan mendapatkannya ?
1.     Ayat – 11, “ Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan
Suami tidak perlu terjun ke dalam dunia dan berjuang menjadi seorang jutawan untuk mebuktikan dirinya sebagai pria yang sikses. Pengkuan istrinya sudah cukup baginya.
Banyak suami-suami berjuang mati-matian agar berhasil dalam bisnis atau bidang yang lain, hanya karena ingin membuktikan kemampuannya. Biasanya hal ini di sebabkan karena mereka tidak pernah mendapatkan pengakuan atau mendengar pernyataan, bahwa mereka di terima apa adanya, mula-mula dari pihak orang tua, kemudian dari pihak istri. Akhirnya mereka terdorong untuk mendapat pengakuan dan bernafsu sekali untuk membuktikannya.

2.     Ayat – 12, “ Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang hidupnya
Selisih paham mungkin saja terjadi tetapi harus tahu bagaimana sikapnya terhadap suami, dan tetap mendukung dan memberi dorongan pada sang suami. Paulus berkata, “ ...kepala dari perempuan ( istri ) ialah laki-laki ( suami ) “ ( I Korintus 11 : 3 ). Pada tubuh manusiapun demikian, bagian yang harus mengambil keputusan terakhir dan yang harus menentukan arah adalah “ kepala “. Tetapi “ kepala “ tidak mungkin berdiri sendiri tanpa ada leher.

3.     Ayat – 23, “ Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri
Tanpa dukungan istri mustahil sang suami menempati kedudukan yang terhormat dan sukses. Prinsip ini hampir selalu terbukti apabila seseorang pria sukses, penuh percaya diri dan di segani orang. Sesungguhnya ini merupakan bukti keberhasilan istrinya.

4.     Ayat 28, 29, “ Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia “ --- “ Banyak wanita telah berbuat baik tetapi engkau melebihi mereka semua “
Suami adalah puncak keberhasilan sang istri dan semua pretasi lain yang di capainya merupakan hal yang ke-dua. Pada akhirnya suaminya memuji dia. Tidak ada bayaran yang memadai yang dapat diberikan kepada istri yang cakap, selain dalam bentuk pujian.

E.   SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI.
-      “ Melindungi dan menyediakan “  -
Dalam kitab I Korintus 11 : 7,  dikatakan, “ Sebab laki-laki ( suami ) tidak perlu menudungi kepalanya ; ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan ( istri ) menyinarkan kemuliaan laki-laki ( suami ) “ . Contoh ; “ Hubungan antara bulan dan matahari “. Cahaya bulan merupakan pantulan cahaya matahari. Bulan sendiri tidak mempunyai kemuliaan apa-apa. Indahnya bulan hanya pada waktu ia memantulkan sinar cahaya matahari. Di sini, “ istri adalah seperti bulan “, ia sendiri tidak mempunyai kemuliaan apa-apa. Fungsinya hanya memberi pantulan tentang suaminya. Jika ada sesuatu yang jadi penghalang di antara mereka akibatnya akan langsung terlihat pada sang istri. Sinarnya akan hilang dan mati. Suami harus introspeksi dan meninjau kembali kekurangannya, hendaknya ia siap untuk melihat bahwa keadaan istrinya mencerminkan dirinya sendiri.
“ Hal apakah yang menjadi bukti bahwa suami telah memenuhi kewajibannya terhadap istri ? “
KEAMANAN “, artinya, “ Kestabilan dalam hal emosi, keuangan, maupun sosial. Kalau salah satu tidak dipenuhi oleh suami maka hal ini dapat membuat istri tidak dapat menerima apa yang di berikannya kepada suami. Ada 2 hal yang dapat di simpulkan untuk memenuhi kewajibannya  :
1.     MELINDUNGI.
Istri harus meraa bahwa dirinya benar-benar dilindungi, ia harus tahu bahwa ada seseorang yang menjadi perisai bagi dirinya.
2.     MENYEDIAKAN.
Dalam keadaan normal, suami harus sepenuhnya bertanggung jawab atas kebutuhan financial istrinya ( I Timotius 5 : 8 ). Suaminya yang tidak memenuhi hal ini akan kehilangan wibawanya dan akan sulit bagi suami untuk menjadi kepala rumah tangga yang baik. Bila mana terjadi sebaliknya maka istri akan kehilangan kewanitaannya. Maka hal ini akan terjadi sesuatu pelanggaran menurut standar Allah.
Didalam tanggung jawab kedua belah pihak tidak mungkin dilaksanakan sekedar usaha atau kemauan yang keras, yang sangat dibutuhkan dalam menyempurnakan ini adalah “ KASIH KARUNIA ALLAH “. Hal ini dapat terjadi bilamana suami – istri, kedua-duanya ‘ BERSERAH KEPADA ALLAH “ dan “ MEMPERCAYAI “ satu sama lain.
F.   MENGENAL PASANGAN KITA.
Kejadian 4 : 1 ,  ‘ Kemudian manusia ( Adam ) bersetubuh dengan Hawa, istrinya dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain “ ( Versi KJ – Adam “ mengenal “ ( Knew ) Hawa istrinya ) ). Bila persetubuhan tidak direstui Tuhan Allah, maka Alkitab menuliskannya bahwa ia “ tidur “ dengannya, itu berarti bahwa ada kemungkinan ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan tanpa “ mengenalnya “.
Apa bedanya “ MENGENAL “ dan “ TIDUR DENGANNYA “ ??? Jawabannya tercakup dalam sebuah perkataan “ KOMITMENT “. Pada hakekatnya, “ Immoral seksual “ ( hubungan sex yang tidak bermoral ) dapat terjadi ketika lelaki dan perempuan mencari kepuasan fisik dan emosional satu sama lain. Secara suka sama suka tanpa terlebih dahulu membuat suatu “ KOMITMENT “, mengenal kelanjutan hubungan itu. Oleh karena itu, kepuasan yang mereka dapatkan bersifat “CURIAN “.
Di sini semakin jelas betapa pentingnya “ KOMITMENT “ dimata Allah itu. Masyarakat modern menyebutnya dengan halus yaitu hubungan “ PraNikah “. Tetapi Alkitab mengatakan dengan kasar yakni “ PERSUNDALAN “ atau “ PERZINAHAN “. Ibrani 13 : 4, berkata, “ Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan di hakimi Allah “
G.  ALLAH SEBAGAI “ SUAMI”.
1.     Allah “ suami “ umat-Nya – ( PL , Hosea 2 : 15 – 19 ; PB, Efesus 5 : 32 )
2.      Menjadi satu Roh dengan Allah – ( I Korintus 6 : 16, 17 )
Pada kenyataannya banyak orang Kristen belum pernah merasakan kepuasan rohani dalam hubungan “ suami – istri “ dengan Allah karena mereka belum pernah mengikat janji atau komitment pribadi dengan Allah.
3.     Mengenal Allah – ( Yohanes 17 : 3 )
Mengenal bukan sekedar pengetahuan yang ada di otak ( intelektual ) tetapi mempunyai  hubungan langsung dan akrab dengan Allah “ , sehingga mengenal pribadi Allah. Seperti suami mengenal perempuan sebagai istrinya, atau sebaliknya istri mengenal lelaki sebagai suaminya.

H. HUBUNGAN DENGAN ORANG BERIMAN.
1.     Dalam PL  :
Keluaran fsl 20 – fsl 23, petunjuk secara rinci bagaimana pergaulan dengan sesama umat Allah berdasarkan ‘ COVENANT “ dengan Tuhan Allah.
2.     Dalam PB  :
Matius 26 : 28, Yesus Kristus berkata, “ Inilah darah-Ku, darah perjanjian “ – blood Covenant -, satu dengan yang lain menjadi satu dalam Yesus Kristus. Bnd : I Korintus 10 : 16, 17, I Petrus 2 : 9, 10, Yohanes fsl 14 – fsl 17 ( puncaknya Yohanes 17 : 22 )

                                         Oleh :       Pdt.  Robby Elisa , MA.